Dua Lelaki
Dua lelaki yang ku kenal sejak kecil hanya dua. Ya, hanya dua. Waktu 18 tahun sudah cukup membentuk sosoknya begitu lekat dalam bayang. Dua lelaki yang sampai saat ini masih menjadi prototype laki-laki sejati yang ku miliki sampai sekarang. Tidak terganti, atau belum terganti. Entahlah.
Lelaki yang pertama.
Begitu luar biasa dimataku. Perjuangan hidupnya. Cintanya pada ibunya. Cintanya pada istrinya. Cintanya pada keluarganya. Cintanya pada cita-cita nya. Di rumah beliau bapak dan suami yang begitu penyayang. Di luar beliau teman yang sungguh menyenangkan (ini pengakuan dari teman-teman kantornya lho). Beliau lah raja di rumah itu, Perum korpri Blok B8 No 22. Di halaman beliau tak segan menyapu halaman, di ruang tengah beliau teman diskusi yang menyenangkan, di mushala kecil kami ia imam yang menjadi qudwah, di dapur beliau tak enggan memasak atau mencuci. Beliaulah lelaki yang ku panggil bapak. Bapak lebih dari sekedar seorang orang tua, beliau itu orang tua yang kadang “rese” dengan urusan anak-anaknya. Tapi juga bisa begitu menyenangkan diajak kompak ngerjain sesuatu. Ya itulah bapak ku.
Begitu luar biasa dimataku. Perjuangan hidupnya. Cintanya pada ibunya. Cintanya pada istrinya. Cintanya pada keluarganya. Cintanya pada cita-cita nya. Di rumah beliau bapak dan suami yang begitu penyayang. Di luar beliau teman yang sungguh menyenangkan (ini pengakuan dari teman-teman kantornya lho). Beliau lah raja di rumah itu, Perum korpri Blok B8 No 22. Di halaman beliau tak segan menyapu halaman, di ruang tengah beliau teman diskusi yang menyenangkan, di mushala kecil kami ia imam yang menjadi qudwah, di dapur beliau tak enggan memasak atau mencuci. Beliaulah lelaki yang ku panggil bapak. Bapak lebih dari sekedar seorang orang tua, beliau itu orang tua yang kadang “rese” dengan urusan anak-anaknya. Tapi juga bisa begitu menyenangkan diajak kompak ngerjain sesuatu. Ya itulah bapak ku.
Lelaki kedua juga orang yang sudah menikah. Hoho. Lelaki yang berikrar akan menciptakan sebuah suasana yang kondusif di rumahnya, agar semua penghuni rumah bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki. Gak usah pake misterius-misteriusaan dah. Dia tak lain tak bukan adalah abangku. Seorang kakak, yang menurut ibu ku, dibesarkan pertama dengan sangat baik untuk kemudian bersama-sama membesarkan kami adik-adiknya. Ya, dari beliaulah kemudian muncul prototype. Apa saja, mulai dari bentuk tontonan sampai sekolah. Selepas Mts beliau melanjutkan ke SMA 2. Kami pun berfikir ya begitu. Kenapa selepas MTs? Ya karena di keluarga kami seperti ada semacam perjanjian tidak tertulis gitu, seluruh anak setelah lulus SD harus lanjut ke Madrasah. Setelah dari Madrasah kami dibebasin mau sekolah dimana. Si Abang tertua ternyata memilih SMA Negri 2 Bandar Lampung, sekolah nomer satu di kota kami. Dan… ikutlah kami adik-adiknya untuk sekolah disana. Padahal sekarang, baru sadar, ada begitu banyak sma yang gak kalah oke di luar sana. Mulai dari sma yang paling islami sampai sma yang paling nasionalis ada di luar sana. Tapi ya itulah yang namanya prototype. Tapi kal untuk urusan perguruan tinggi, emang tidak ada yang berhasil mengikuti jejaknya. Hoho, bukan karena gak nembus, tapi lebih karena memang umur ketika memasuki umur kuliahan, kami sudah memiliki pemikiran sendiri untuk urusan seperti itu.
Begitulah. Dua lelaki yang begitu dekat dengan kehidupanku. Sampai suatu saat nanti ada lelaki ketiga yang akan mengisi kehidupanku, mereka berdualah yang menjadi prototype lelaki sejati yang kumiliki. How about you?? Enjoy.
Sleman, 25 April 2011