Jumat, 04 Mei 2012


Siang itu, di tengah hiruk pikuk kegiatan mahasiswa tingkat akhir sepertiku, kusempatkan untuk mengisi kekeringan ruhiyah ini. Mengaji, kata itulah yang paling sering kusebutkan ketika ada yang bertanya kemanakah aku akan pergi di tengah siang yang terik itu. Sebuah rumah berpagar hijau yang terletak di bilangan demak ijo itulah tujuan ku siang itu. Bersama munir yang spion kanan nya masih belum juga (sempat) kuperbaiki, membelah ringroad dari utara sampai hampir barat.

Ada yang berbeda di kelompok mengajiku yang sekarang. Teman teman seperngajian sih tak jauh berbeda, sama sama mahasiswa tingkat akhir yang mengejar sepotong gelar untuk belakang nama nya. Hampir semua mahasiswa perantauan yang jauh dari orangtua. Sama sama makhluk yang rame, tapi tentu dengan karakter dan sifat yang nano nano. Yang berbeda adalah guru ngajiku. Baru kali ini kudapatkan guru mengaji dengan bilangan umur kelipatan tiga. Dari umur saja sudah berbeda, tentu saja hal hal yang mengikutinya juga berbeda. Mulai dari lokasi mengaji yang tak lagi safari dari masjid ke masjid, sampai ada makhluk lucu (?) yang ikut mengaji setelah bangun dari tidur siangnya.



Bilangan pekan beliau membersamai kami membuatku berfikir banyak tentang pembinaan ini. Hampir enam tahun merasai dibina dan sepertiganya membina harusnya sudah begitu banyak hal yang didapatkan. Namun ketika merefleksikan kepada diri yang dhaif ini, sungguh masih sangat dangkal ilmu yang sebenarnya dimiliki. Hafalan quran masih jauh dari target, apalagi hafalan hadist. Materi materi keislaman hanya sebatas tau judulnya saja, aplikasi nyatanya masih setengah isi setengah kosong.

Lemah kemauan. Dua kata yang kusimpulkan dari semua refleksi yang hadir di cermin perenungan itu. Sedangkan jika melihat keluar sana, ada begitu banyak sosok hebat dengan segudang kemampuan yang ia miliki. Almarhumah Yoyoh Yusroh misalnya (semoga Allah merahmatinya), dengan semua aktivitasnya yang luar biasa padat itu, beliau masih tetap menggenapkan bilangan tilawah hariannya satu juz minimal. Tak usah jauh jauh, ibu dan mbah putri ku yang sangat kucintai itu hampir setiap malamnya diisi dengan rangkaian qiyamul lailnya yang panjang. Yang kutau dengan pasti bahwa siangnya mereka tak kalah semangat dengan orang yang semalaman hanya tidur dipeluk mimpi. Lemah kemauan itulah yang kemudian membuat lupa bahwa hafalan quran masih belum mencapai target, hafalan hadis hanya sepotong sepotong, keilmuan juga belum ada yang dikuasai hingga akhirnya pasrah dalam ketidaktahuan.

Semua kemampuan tidak lah menjadi berarti ketika kemauan yang dimiliki lemah, ibarat mobil mewah yang tidak akan bisa jalan tanpa bahan bakar yang cukup. Sama saja dengan peluang dan kesempatan, menjadi sia sia jika kemauan itu tidak ada. Padahal kesempatan kedua tidak akan sama dengan kesempatan yang pertama. Ada kisah tentang seorang penuntut ilmu yang memiliki kemauan yang luarbiasa kuat, ialah Baqi bin Makhlad Al-Andalusi  Baqi bin Makhlad Al-Andalusi yang mencari Imam Ahmad bin Hanbal ke Baghdad setelah menempuh perjalanan jauh dari kampung halamannya di Andalusia untuk belajar langsung ke beliau. Atau kisah Salman Al Farisi yang mencari kebenaran dari Persia hingga ke Madinah. Keduanya mendapat apa yang menjadi tujuannya dengan kemauan yang kuat dan tentu saja dengan melebihkan usaha dari yang orang orang biasa lakukan.

Wahai diri, taukah engkau bahwa lemah kemauan itu sangat dekat dengan kemunafikan. Bahkan ummat yang terdahulu pintar sekali mencari cari alasan karena lemahnya kemauan mengerjakan ketaatan. Karena ketaatan tak cukup dengan kata saja.

Sampai akhirnya guru mengajiku pernah berkata, pembinaan ini bukanlah segala-galanya tapi segala-galanya bisa saja berawal dari pembinaan. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Teruslah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu. Kalaulah iman dan syetan terus bertempur, pada akhitnya salah satunya harus mengalah. (Guru ngajinya para guru ngaji, Ust. Rahmat Abdullah)

“Ya Allah ya Tuhan kami, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu daripada keluh kesah dan dukacita, aku berlindung kepada-Mu dari lemah kemauan dan malas, aku berlindung kepada-Mu daripada sifat pengecut dan kikir, aku berlindung kepada-Mu daripada tekanan hutang dan kezaliman manusia.” (HR Abu Dawud 4/353)

Purnama Menatap Dunia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates