Setangkup Asa Rasa Rindu
Sore tadi seorang
sahabat bercerita banyak tentang dunianya beberapa pekan terakhir ini. Ia
bercerita tentang betapa antisosialnya dia selama puncak penyelesaian tugas
akhir. Perjuangannya mempertahankan semangat ibadah di tengah semua dateline
yang menunggu. Kerinduannya tertawa bersama, berbagi hikmah bersama. Ditunjukkannya
aku hasil karya nya beberapa pekan terakhir. Sesuatu yang sangat sophisticated menurutku. Sampai akhirnya ia berbisik tentang cita cita
nya melanjutkan study ke jepang, negri sakura, negri impian. Dan akupun
mengeluarkan sebuah kalimat sakti dan satu tepukan mujarab.
“Semangat, kita
pasti bisa” sambil menepuk nepuk punggungnya.
Sadar ataupun
tidak sepenggal episode tadi merupakan sebuah mekanisme kehidupan yang sangat penting
dalam menjaga kestabilan semangat. Meskipun hanya tatapan penuh semangat,
bagiku, itu sangat berarti. Mekanisme inilah yang kemudian membuat kami tetap
tegar hingga kini. Meski beberapa teman selesai dan satu satu pergi teratur. Meski
undangan, baik undangan syukuran wisuda maupun undangan syukuran bertemunya
tulang rusuk datang bertubi tubi. Meski begitu banyak godaan di depan mata. Saudara
saudara yang mungkin tak pernah ada ikatan biologis apa-apa inilah yang
dikirimkan Allah untuk saling menguatkan, saling mengingatkan.
Seperti Rosulullah
bersama para sahabatnya, saling mengingatkan, saling menguatkan, berbagi
nasihat, berbagi semangat, bahkan berbagi beban hidup. Hingga fase fase sulit
awal turunnya islam dapat dilalui dengan proses yang baik dan penuh berkah.
Episode episode
itulah yang sedang coba kujalani sekarang, bersama mereka, menjalani sepenggal
fase pendewasaan hidup. Mengharapkan sebuah akhir yang indah dengan proses yang
penuh berkah. Berbagi setangkup asa yang mencipta rindu tiap jeda waktu
pertemuan, hingga tegar sampai puncak harapan. Enjoy :D