Sabtu, 26 Mei 2012



Iya betul, judulnya diambil langsung tanpa edit dari judul bukunya Tere liye yang terbit beberapa tahun yang lalu. Bukan apa-apa, buku itu begitu berkesan untukku. Bercerita tentang seorang ayah yang berhasil membentuk anak laki-lakinya memiliki karakter dan kepribadian yang kuat. Dengan apa? Yup, dengan segudang cerita alias dongeng. Meskipun sang ayah harus rela, bahkan hingga ajal menjemput, dianggap pembohong oleh anak laki-laki nya itu.

Entah apa saja yang sudah diceritakan oleh bapak ibu ku hingga akhirnya saya tumbuh menjadi seorang anak manusia yang memiliki karakter seperti ini. Hanya saja yang diingat oleh otak ku yang mungkin tidak sampai satu persen terpakai ini adalah cerita-cerita tentang kancil dan buaya, kancil dan monyet, kancil dan lebah, tentang batu betangkup, tentang mak sumay, tentang si pait lidah dan tentu saja tentang malin kundang juga bawang merah bawang putih.

Cerita-cerita itu pasti sudah begitu akrab di telinga kita, beberapa bahkan sudah dibuat visualisasinya. Entah menjadi FTV atw sinetron. Tentusaja jika sudah di visualisasikan begitu banyak hal yang tak perlu akhirnya ditambahkan kedalamnya. Apalagi industri sinetron tanah air sedang dimonopoli oleh anak keturunan peribahasa tak ada rotan ram pun jadi itu, sinetron Indonesia tak akan jauh jauh dari perebutan harta, anak yang ketuker tuker atau elang yang diparkir di depan rumah. Sudah, saya tak akan membahas tentang persinetronan tanah air, biarlah mereka sibuk tes DNA untuk mencari anaknya yang tertukar.

Kembali menyoal tentang perdongengan tadi, ternyata dampaknya yang cukup besar bagi tumbuh kembang anak-anak. Yang jika di novel Ayahku (bukan) Pembohong itu bisa membentuk Dam menjadi manusia yang berkemauan kuat dan baik hati. Cerita cerita yang kebanyakan bedtime story itu juga ternyata diserap oleh alam bawah sadar kita untuk kemudian secara tidak sadar juga sedikit demi sedikit membentuk karakter kepribadian kita. Bukankah menjelang tidur merupakan saat terbaik untuk menanamkan sesuatu ke dalam otak. #CMIIW. Oke, saya sotoy sekali karena memang tidak begitu ahli soal psikologi atau sejenisnya.

Hanya saja yang membuat saya resah akhir akhir ini adalah ketika mengingat-ingat detail cerita dari dongeng-dongeng masa kecil dulu. Kisah kancil dan kawan-kawannya misalnya, cerita itu tidak akan jauh-jauh dari seekor kancil licik cerdik yang dengan kecerdikannya itu berhasil mengelabuhi teman binatangnya yang lain, entah buaya, monyet bahkan macan si raja hutan. Kita juga tak lupa dengan kisah kancil yang suka mencuri ketimunnya pak tani, bukan. Atau kisah batu betangkup, bercerita tentang seorang Ibu yang ngambek masuk ke dalam batu karena anak-anak nya menghabiskan jatah nasi si Ibu. Saya yakin kedua contoh cerita itu pasti memiliki maksud yang baik, mengajarkan kita untuk menjadi anak yang cerdik agar bisa hidup sukses atau menjadi anak yang baik dan penurut jika tidak mau ditinggalkan ibunya masuk ke dalam batu. 

Tapi justru hal itulah yang mengusik saya yang sedang mencoba menyukai anak-anak ini. Kancil seperti menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan hidup, bahkan tipu tipu muslihat dilakukan untuk mencapai tujuannya. Atau si ibu batu betangkup, masa’ sih si Ibu ngambek hanya karena jatah nasinya dihabiskan anak-anaknya. Bukankah seorang ibu justru akan melakukan segala hal untuk membahagiakan anak-anaknya. Apakah si ibu menjalani pernikahan dini sehingga kedewasaannya belum matang sempurna. Atau karena ia mengalami KDRT oleh suaminya, sehingga emosinya tidak stabil. Atau karena anak-anak itu bukan anak kandungnya sendiri alias anak yang tertukar. Errgh , mengapa jadi kesana. #plakk

Menurut Kak Bimo, seorang pakar di dunia perdongengan nasional ada hal yang harus diperhatikan dari sebuah dongeng, diantaranya adalah dongeng atau cerita itu tidak menjurus ke syirik atau pergeseran keyakinan. Pernahkah kita sempat tak berani ke kamar mandi sendirian karena cerita mak sumay yang diceritakan tadi sore sebelum tidur? Atau pernahkah kita pergi ke Candi prambanan dan benar-benar yakin sepenuh hati bahwa candi itu dikerjakan semalam saja oleh Bandung Bondowoso? Dongeng-dongeng semacam itu lah yang perlu dihindari untuk diceritakan kepada anak-anak. Gak lucu kan kalo tiba-tiba ada seorang gadis memberi syarat kepada calon suaminya untuk dibuatkan seribu candi dalam satu malam gara-gara sering diceritakan dongeng Loro Jonggrang sewaktu kecilnya.

Yang kedua, hati-hati dengan alur dongeng yang diceritakan. Seperti cerita kancil atau batu betangkup tadi, jika dilihat secara keseluruhan pesan yang dibawa bisa jadi bagus, hanya saja alur dan mungkin beberapa bagian yang kurang sesuai. Bagian-bagian kecil itu jika terus menerus diceritakan juga bisa membentuk pemikiran, bukan. Jangan-jangan pelajaran berbohong pertama malah kita dapatkan dari kisah kancil mencuri ketimun ini.

Dan yang terakhir, masih menurut Kak Bimo dalam salah satu Talkshow nya beberapa waktu lalu, sang pendongeng (orang tua) haruslah menjadi sosok panutan. Peran sang pendongeng dalam hal ini jelas sangat penting, karena proyek penanaman kebaikan ini akan lebih efektif ketika diikuti dengan contoh langsung yang bisa dilihat langsung.

Intinya sih, jika saya harus menceritakan kisah-kisah klasik itu kepada anak-anak saya kelak, harus ada beberapa hal yang direvisi dari alur ceritanya. Akan lebih aman sentosa lagi jika kisah-kisah itu diambil langsung dari Al quran atau cerita para nabi. Saya yakin tak akan pernah kehabisan stok cerita jika bersumber dari Al quran atau cerita para nabi dan sahabatnya, selain itu kisah-kisahnya juga jelas kebenaran dan sumbernya. Secara tidak langsung juga kita mengajarkan untuk mencintai para nabi dan juga Al quran. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Jadi, tunggu apa lagi. Mulailah belajar bercerita. Enjoy !!!

Bangsa yang korup bukan karena pendidikan formal anak-anaknya rendah, tetapi karena pendidikan moralnya tertinggal dan tidak ada yang lebih merusak dibandingkan anak pintar yang tumbuh jahat.
(Penggalan Novel Ayahku (Bukan) Pembohong, Tere Liye)


NB :
Kisah Batu betangkup, Si pait lidah, dan Mak sumay adalah cerita rakyat Sumatra Selatan. Jika ingin tahu cerita lebih lanjutnya bisa cari di google :)

sumber gambar : google.

Purnama Menatap Dunia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates