Selasa, 13 Desember 2011



Bapak, sepertinya sudah lama ya ketika terakhir ku cium tanganmu mohon pamit berangkat berjuang ke Jogja. Kulihat ada setitik bening di sudut matamu. Entah apa arti bening itu bagimu, tapi bagiku itu berarti sangat banyak. Kutahu engkau sangat berusaha untuk tidak menunjukkan keharuan di depanku, karena yang kutahu, bapakku adalah orang paling tegar sedunia. Bagiku, bening itu berarti aku harus sesegera mungkin mengundangmu ke jogja untuk melihatku memakai toga. Bening itu juga berarti aku harus sesegera mungkin kembali ke rumahmu untuk membersamai masa pensiunmu bersama ibu. Bening itu berarti banyak hal bagiku. 

Tapi, andai Bapak tau betapa tidak inginnya aku jauh darimu. Jika dewasa kemudian membuatku jauh dari Bapak.  Sekarang dengarlah, aku tak ingin menjadi dewasa. Betapa inginnya aku ingin tetap menjadi putri bungsumu (hehea). Tapi percayalah Bapak, dewasa tidak akan membuatku jauh darimu. 

Bapak ingat tidak, Bapak seringkali pusing mendengar ocehannku sepanjang hari. Bertanya tentang semua hal yang kutemui. Atau ketika Bapak setang menyetir dan aku pun tak bisa diam bertanya ini itu. Tentang jalan ke suatu tempat lah, tentang buah duku yang di jual di pinggir jalan lah, bahkan tentang pohon-pohon dan trotoar yang kita lihat di sepanjang jalan. Dan jika sudah lelah menanggapi semua ocehanku itu, Bapak akan pasang peraturan “dilarang berbicara dengan supir”. He. Tapi taukah Bapak, itu semua aku lakukan selain aku memang ingin tahu tentang semua yang kutanyakan tadi, juga karena ku ingin Bapak memperhatikanku. hehe


Dulu, aku akan sangat senang kalo bapak pulang kerja dan membawakanku ciki taro. Iya ciki taro yang itu, bahkan sampai sekarang aku masih suka sekali dengan ciki taro itu. Aku ingat sekali, Bapak bukan orang yang gampang marah. Bahkan, menurut laporan teman-teman Bapak di kantor, Bapak adalah orang yang selalu membawa keceriaan. Aku juga ingat, Bapak tak membiarkan ibu untuk  ngerumpi dengan tetangga-tetangga sekitar rumah. Ketika hal itu kutanyakan langsung, Bapak menjawab lebih baik di rumah nonton tivi daripada ngerumpi ngomongin orang. Dan seketika aku sadar, untukmu akhlak adalah sebuah hal yang sangat dijunjung tinggi.

Aku tak pernah tau apa perasaan Bapak saat melihatku lahir ke dunia, mendengar tangisanku yang pertama, pertama kali menggendongku. Kemudian waktu seolah begitu cepat berlalu, aku mulai melihat dunia yang lain selain dibawah atap rumahmu. Aku mulai bersekolah, bermain dengan teman-temanku (yang ku anggap lebih keren daripada Bapak) dan mulai bisa membantah dan mendebat apa yang Bapak katakan. Sampai akhirnya, semakin sedikit waktu yang kuhabiskan bersama Bapak. Namun, ada satu hal yang kutahu dan akan selalu kupercaya, dulu sekarang dan sampai kapanpun doa Bapak akan selalu ada untukku. 

Terimakasih Bapak, untuk setiap peluh, air mata bahkan darah juga doa yang engkau keluarkan untuk kami. Maaf aku masih sering membuat Bapak kecewa. Maaf juga aku masih belum bisa (meskipun seujung kuku) membalas semua kasih sayang mu. 

Dan sekarang, selamat hari lahir Bapak, yang hanya selang 2 hari dengan hari lahirku. Sengaja baru ku selesaikan tulisan ini sekarang, agar bertepatan dengan hari lahirku ^^. Juga karena menulis ini sungguh membuatku terharu. 

Oiya, dulu ibu sering membuatkan kita nasi uduk sebagai tanda kesyukuran di hari lahir kita berdua yang dirapel. (Dan sekarang aku sungguh ingin nasi uduk :(
 
Semoga bisa kuhadiahkan Syurga untuk mu dan keluarga kita bisa berkumpul kembali di Syurga Nya yang kekal. Aamiin

Peluk hangat dari Anakmu yang bawel
Wisma Alif Laam Miim
13 Desember 2011

Purnama Menatap Dunia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates