Like Father Like Daughter
Bapak,
sepertinya sudah lama ya ketika terakhir ku cium tanganmu mohon pamit berangkat
berjuang ke Jogja. Kulihat ada setitik bening di sudut matamu. Entah apa arti
bening itu bagimu, tapi bagiku itu berarti sangat banyak. Kutahu engkau sangat
berusaha untuk tidak menunjukkan keharuan di depanku, karena yang kutahu,
bapakku adalah orang paling tegar sedunia. Bagiku, bening itu berarti aku harus
sesegera mungkin mengundangmu ke jogja untuk melihatku memakai toga. Bening itu
juga berarti aku harus sesegera mungkin kembali ke rumahmu untuk membersamai
masa pensiunmu bersama ibu. Bening itu berarti banyak hal bagiku.
Tapi, andai
Bapak tau betapa tidak inginnya aku jauh darimu. Jika dewasa kemudian membuatku
jauh dari Bapak. Sekarang dengarlah, aku
tak ingin menjadi dewasa. Betapa inginnya aku ingin tetap menjadi putri
bungsumu (hehea). Tapi percayalah Bapak, dewasa tidak akan membuatku jauh
darimu.
Bapak ingat
tidak, Bapak seringkali pusing mendengar ocehannku sepanjang hari. Bertanya tentang
semua hal yang kutemui. Atau ketika Bapak setang menyetir dan aku pun tak bisa
diam bertanya ini itu. Tentang jalan ke suatu tempat lah, tentang buah duku
yang di jual di pinggir jalan lah, bahkan tentang pohon-pohon dan trotoar yang
kita lihat di sepanjang jalan. Dan jika sudah lelah menanggapi semua ocehanku
itu, Bapak akan pasang peraturan “dilarang berbicara dengan supir”. He. Tapi
taukah Bapak, itu semua aku lakukan selain aku memang ingin tahu tentang semua
yang kutanyakan tadi, juga karena ku ingin Bapak memperhatikanku. hehe
Dulu, aku akan
sangat senang kalo bapak pulang kerja dan membawakanku ciki taro. Iya ciki taro
yang itu, bahkan sampai sekarang aku masih suka sekali dengan ciki taro itu. Aku
ingat sekali, Bapak bukan orang yang gampang marah. Bahkan, menurut laporan
teman-teman Bapak di kantor, Bapak adalah orang yang selalu membawa keceriaan. Aku
juga ingat, Bapak tak membiarkan ibu untuk
ngerumpi dengan tetangga-tetangga sekitar rumah. Ketika hal itu
kutanyakan langsung, Bapak menjawab lebih baik di rumah nonton tivi daripada
ngerumpi ngomongin orang. Dan seketika aku sadar, untukmu akhlak adalah sebuah
hal yang sangat dijunjung tinggi.
Aku tak pernah
tau apa perasaan Bapak saat melihatku lahir ke dunia, mendengar tangisanku yang
pertama, pertama kali menggendongku. Kemudian waktu seolah begitu cepat
berlalu, aku mulai melihat dunia yang lain selain dibawah atap rumahmu. Aku mulai
bersekolah, bermain dengan teman-temanku (yang ku anggap lebih keren daripada
Bapak) dan mulai bisa membantah dan mendebat apa yang Bapak katakan. Sampai akhirnya,
semakin sedikit waktu yang kuhabiskan bersama Bapak. Namun, ada satu hal yang
kutahu dan akan selalu kupercaya, dulu sekarang dan sampai kapanpun doa Bapak
akan selalu ada untukku.
Terimakasih Bapak,
untuk setiap peluh, air mata bahkan darah juga doa yang engkau keluarkan untuk kami. Maaf
aku masih sering membuat Bapak kecewa. Maaf juga aku masih belum bisa (meskipun
seujung kuku) membalas semua kasih sayang mu.
Dan sekarang,
selamat hari lahir Bapak, yang hanya selang 2 hari dengan hari lahirku. Sengaja
baru ku selesaikan tulisan ini sekarang, agar bertepatan dengan hari lahirku ^^.
Juga karena menulis ini sungguh membuatku terharu.
Oiya, dulu ibu
sering membuatkan kita nasi uduk sebagai tanda kesyukuran di hari lahir kita
berdua yang dirapel. (Dan sekarang aku sungguh ingin nasi uduk :(
Semoga bisa kuhadiahkan Syurga untuk mu dan keluarga kita bisa berkumpul kembali di Syurga
Nya yang kekal. Aamiin
Peluk
hangat dari Anakmu yang bawel
Wisma Alif
Laam Miim
13
Desember 2011