Anak Bulan Ibu Purnama
Pernah suatu
hari purnama kecil bertanya kepada ibu, bagaimana ya rasanya mati. Saat itu
purnama kecil sedang terbaring lemah karena demam sepulang mengikuti persami
(perkemahan sabtu minggu) di SD nya. Campak, penyakit infeksi virus dengan
gejala demam dan ruam kulit, yang menyerang kekebalan tubuhnya. Jadilah purnama
kecil harus menurut diam di rumah beberapa hari. Saat itu yang dia rasakan
hanyalah rasa ngilu di setiap persendiannya, mual, rasa sakit di matanya, dan
rasa panas di seluruh badannya. Tak bisa main, tak enak makan, tak nyenyak
tidur. Semua posisi tak nyaman, hanya bisa berguling-guling di tempat tidurnya.
Ditambah harus meminum air kelapa muda yang dicampur dengan kuning telur ayam
kampung. Sungguh bukan hal yang menyenangkan mengegak cairan kuning berlendir
itu. Ingin rasanya segera sembuh dan bisa bermain lagi dengan teman kanak-kanak
nya.
Tapi ada satu
hal yang benar-benar luput dari perhatian purnama kecil saat itu. Ibu. Ibu nya
yang menyeka ujung mata ketika pertanyaan itu meluncur dari bibir kecil
purnama. Baginya membayangkan pun tak sanggup jika purnama kecil harus pergi
karena campak yang menyerangnya. Ibu nya yang ikut-ikutan tak enak makan, tak
nyenyak tidur dan tak nyaman bekerja. Ibu nya yang bolak balik membawa
keperluan purnama kecil. Baskom untuk muntah, handuk kompres, bubur hangat. Repot
sekali menyuruhnya untuk makan. Dua suap masuk, muntah, makan pun terhenti. Tak
pernah terlintas di benak kanak-kanak purnama kecil, mengapa bubur di meja
samping tempat tidurnya selalu hangat. Tak pernah terfikirkan bahwa ibunya
bolak-balik memanaskan bubur, agar ketika purnama kecil bangun dan mau membuka
mulut buburnya tetap hangat. Atau mengapa handuk yang mengompress dahi nya
tetap lembab. Atau mengapa baskom muntahnya tetap kering dan bersih. Luput semua
dari pengamatan purnama kecil.
Sungguh, bukan
hanya di saat anaknya sakit ia bisa menjadi begitu cekatan. Sungguh, bukan
hanya di saat sakit anaknya sakit ia bisa begitu perasa. Sungguh, bukan hanya
saat anaknya kecil ia begitu kasih sayang. Sungguh, itu berlangsung setiap hari,
berlangsung di setiap helaan nafasnya. Hanya saja luput, sempurna tak teramati
karena keegoisan diri.
Ibu, sungguh
bahkan jika seluruh pohon menjadi penanya dan semua lautan menjadi tintanya,
tak akan cukup untuk menuliskan ucapan terimakasih ku atas semua jasa mu.
Ibu, sungguh
bahkan jika seluruh nafas ini kuhabiskan untuk membalas semua jasamu, itu tak
akan lah cukup.
Ibu, semoga ku
bisa membantu memudahkan jalanmu ke Syurga Nya.
#berdoa dalam
hati
Dan Kami
telah mengamanatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah semakin bertambah lemah
juga, sampai masa penyapihan bayinya dalam umur dua tahun. Karena itu,
bersyukurlah kepada-Ku dan taat kepada kedua orang tuamu, karena kepada-Kulah
tempat kembalimu. (QS. Luqman : 14)
Purnama rindu Ibu setengah langit. Enjoy !!!
Alif Laam Miim, 19 Maret 2012
2 komentar
amin, postingan yang bagus :)
REPLYterimakasih,.
REPLYterimakasih juga sudah berkunjung
^^,