Senin, 19 Maret 2012


Pernah suatu hari purnama kecil bertanya kepada ibu, bagaimana ya rasanya mati. Saat itu purnama kecil sedang terbaring lemah karena demam sepulang mengikuti persami (perkemahan sabtu minggu) di SD nya. Campak, penyakit infeksi virus dengan gejala demam dan ruam kulit, yang menyerang kekebalan tubuhnya. Jadilah purnama kecil harus menurut diam di rumah beberapa hari. Saat itu yang dia rasakan hanyalah rasa ngilu di setiap persendiannya, mual, rasa sakit di matanya, dan rasa panas di seluruh badannya. Tak bisa main, tak enak makan, tak nyenyak tidur. Semua posisi tak nyaman, hanya bisa berguling-guling di tempat tidurnya. Ditambah harus meminum air kelapa muda yang dicampur dengan kuning telur ayam kampung. Sungguh bukan hal yang menyenangkan mengegak cairan kuning berlendir itu. Ingin rasanya segera sembuh dan bisa bermain lagi dengan teman kanak-kanak nya.


Tapi ada satu hal yang benar-benar luput dari perhatian purnama kecil saat itu. Ibu. Ibu nya yang menyeka ujung mata ketika pertanyaan itu meluncur dari bibir kecil purnama. Baginya membayangkan pun tak sanggup jika purnama kecil harus pergi karena campak yang menyerangnya. Ibu nya yang ikut-ikutan tak enak makan, tak nyenyak tidur dan tak nyaman bekerja. Ibu nya yang bolak balik membawa keperluan purnama kecil. Baskom untuk muntah, handuk kompres, bubur hangat. Repot sekali menyuruhnya untuk makan. Dua suap masuk, muntah, makan pun terhenti. Tak pernah terlintas di benak kanak-kanak purnama kecil, mengapa bubur di meja samping tempat tidurnya selalu hangat. Tak pernah terfikirkan bahwa ibunya bolak-balik memanaskan bubur, agar ketika purnama kecil bangun dan mau membuka mulut buburnya tetap hangat. Atau mengapa handuk yang mengompress dahi nya tetap lembab. Atau mengapa baskom muntahnya tetap kering dan bersih. Luput semua dari pengamatan purnama kecil.

Sungguh, bukan hanya di saat anaknya sakit ia bisa menjadi begitu cekatan. Sungguh, bukan hanya di saat sakit anaknya sakit ia bisa begitu perasa. Sungguh, bukan hanya saat anaknya kecil ia begitu kasih sayang. Sungguh, itu berlangsung setiap hari, berlangsung di setiap helaan nafasnya. Hanya saja luput, sempurna tak teramati karena keegoisan diri.

Ibu, sungguh bahkan jika seluruh pohon menjadi penanya dan semua lautan menjadi tintanya, tak akan cukup untuk menuliskan ucapan terimakasih ku atas semua jasa mu.

Ibu, sungguh bahkan jika seluruh nafas ini kuhabiskan untuk membalas semua jasamu, itu tak akan lah cukup.

Ibu, semoga ku bisa membantu memudahkan jalanmu ke Syurga Nya.


#berdoa dalam hati

Dan Kami telah mengamanatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah semakin bertambah lemah juga, sampai masa penyapihan bayinya dalam umur dua tahun. Karena itu, bersyukurlah kepada-Ku dan taat kepada kedua orang tuamu, karena kepada-Kulah tempat kembalimu. (QS. Luqman : 14)

Purnama rindu Ibu setengah langit. Enjoy !!!
Alif Laam Miim, 19 Maret 2012

2 komentar

amin, postingan yang bagus :)

REPLY

terimakasih,.

terimakasih juga sudah berkunjung
^^,

REPLY

Purnama Menatap Dunia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates