Senin, 25 Februari 2013


Kali ini ingin rasanya aku ceritakan kisah manis Ali (Radiallahuanhu) dan Fatimah (Radiallahuanha) kepada kalian. Menceritakan selalu menjadi moment untuk mengingat kembali bukan?

Terkisah Ali kecil tinggal bersama Muhammad (Allahumma shalli wa salim alaih) di sebuah rumah sederhana. Bersama dengan Khadijah (Radiallahu anha), Zaid bin Haritsah dan keempat anak beliau Ali kecil menjalani masa-masa awal kenabian. Merasakan didikan rumah tangga Rosulullah Sang junjungan bersama Khadijah yang mulia menjadikannya kanak-kanak pertama yang beriman Allah sebagai Rabb nya dan Muhammad sebagai Rosulullah. Dan tentu saja Ali tumbuh menjadi Pemuda tangguh dan pemberani bersama dengan sepupu sepupunya, termasuk Fatimah putri bungsu di rumah itu.

Ali, yang tak pernah sadar apa nama perasaan yang meliputi hatinya selama bertahun-tahun, tersentak ketika mendengar Abu Bakar (Radiallahuanhu), sahabat terkasih Rosul datang meminang Fatimah. Terkenang di pelupuk mata keutamaan Abu bakar. Dialah yang menemani perjalanan Rosulullah hijrah sementara Ali yang menggantikan posisi Rosulullah di tempat pembaringannya. Abu Bakar, saudagar kaya raya yang banyak membela kaum tertindas. Tersebutlah nama Bilal, keluarga Yasir yang pernah diselamatkan Allah melalui tangan Sang Saudagar murah hati. Kabar yang datang berikutnya bagai hujan di tengah kemarau, Rosulullah dengan sangat baik menolak pinangan Abu Bakar. Bersinarlah kembali cahaya mata pemuda itu.

Belum sempat hujan menyemaikan benih benih harapan, kabar berikutnya tak kalah melebarkan pupil. Umar sang pembeda kebenaran dan kebathilan (Radiallahuanhu) datang mengutarakan maksud yang sama seperti sahabatnya, meminang Fatimah. Salah satu dari dua nama yang didoakan langsung oleh Rosulullah agar berislam. Sahabat yang dengan keislamannya menambah kuat barisan umat islam saat itu. Dengan keberaniannya mengikrarkan hijrahnya di depan ka’bah yang ramai oleh para pembesar kaum kafir. Bahkan setan pun lari tunggang langgang jika berpapasan dengan Umar Al Khattab. Pastilah kedudukan Umar Al Khattab di sungguh mulia di sisi Rosulullah. Kabar penolakan kembali datang menumbuhkan harapan. Umar Al Al Faruq kembali ditolak dengan baik oleh ayah tercinta Fatimah Binti Muhammad.

Dua kali kabar penolakan tak juga membuat Ali membulatkan tekad untuk datang meminang putri Rosulullah tersebut. Perasaan tidak layak, hanyalah pemuda miskin yang belum cukup menghidupi keluarga senantiasa dibisikkan oleh syetan terkutuk. Hingga datanglah Abu Bakar dengan tergopoh menyampaikan sebuah pesan

Hai Ali engkau adalah orang pertama yg beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai keutamaan lebih dibanding dengan orang lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian pula engkau adalah kerabat Rasul Allah. Beberapa orang sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada baginda untuk mempersunting puteri beliau. Semua lamaran itu telah beliau tolak. Beliau mengemukakan bahawa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah. Akan tetapi hai Ali apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menyebut-nyebut puteri beliau itu dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri?”

Terkumpullah keberanian pemuda pemberani itu untuk mengetuk rumah Rosulullah dan menyampaikan maksudnya meminang Fatimah putri beliau. Tau apa jawaban Rosulullah?? Beliau menjawab “Ahlan wa sahlan” Tentu saja jawaban cerdas seperti itu hanya akan dipahami oleh orang-orang yang cerdas pula. Mengerti lamarannya diterima, Ali bersegera menjemput taqdir terbaiknya. Dengan mahar 400 dirham (di riwayat lain disebutkan sebuah baju besi) Rosulullah menikahkan Ali dengan Fatimah. Semesta mengamini saat Rosulullah mendoakan mereka berdua

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak”
(pasti sering kan liat doa ini di undangan-undangan harum yang kalian terima #wink)

Dialah Ali, ia mempersilakan kemudian mengambil kesempatan. Mempersilakan berarti berkorban, mengambil kesempatan tentu saja sebuah keberanian. Hei, aku belum selesai berkisah. Apakah kalian mengira dalam kisah ini yang memiliki perasaan yang entah namanya itu hanyalah Ali? Jika iya, kalian salah kawan. Fatimah pun ternyata memiliki perasaan unik itu. Mari kita tengok percakapan mereka di suatu hari dalam kehidupan rumah tangga mulia itu.

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda”  Permintaan maaf Fatimah dijawab dengan wajah terkejut Ali bin Abi Thalib
Kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”
Sambil tersenyum Fatimah berkata,
“Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”

***

Carl and Ellie, Up (Disney Pixar)
Oke, yang mau teriak “suit-suit” silakan teriak dulu. :D Selalu ada senyum yang mengembang sesaat kisah ini diceritakan. Bukan legenda, ataupun dongeng apalagi fabel yang sumber dan kebenarannya belum jelas terbukti, ini kisah nyata yang masanya hanya terpisah beberapa abad dari kita. Indah tertulis di lembaran sejarah manusia, berulang-ulang diceritakan dari masa ke masa. Mereka saling mencintai tapi kemudian bertanggungjawab. Melakukan ikhtiar terbaik untuk menjemput takdir terbaik yang sudah Allah tuliskan di lauhul mahfudz jauh sebelum manusia lahir ke dunia. Ali dan Fatimah, dengan sangat manisnya mereka mencinta dalam diam bahkan syetan pun ikut hening karena tak tau. Tak ada yang salah dengan perasaan cinta, tak ada yang salah dengan buncah semangat menjemput cinta itu. Bertanggung jawab dengan buncah gejolak perasaan yang muncul. Gagah berani menjemput saat telah siap, atau hening menunduk jika masih mempersiapkan. That’s it. Itu yang diajarkan  agama ini. Menjemput keberkahan dengan keberkahan.  Ah, kapan kapan ingin kuceritakan kepada kalian kisah manis Salman Al Farisi dengan sahabat anshar terkasihnya Abu Darda’.

Terakhir, izinkan aku bersepakat dengan pernyataan ”Tak ada perasaan cinta (yang diungkap dan diumbar-umbar) sebelum aqad dan alangkah menyenangkannya mencintai setelah aqad tertunai karena tak perlu repot menjaga hati”

Mari kita tutup bahasan manis tapi melelahkan ini dengan sebuah kalimat, Two people are right for each other when they become the best of themselves when they are together. Enjoy !!!

NB :
Untuk sahabat-sahabat yang merayakan cinta di Maret Merah Jambu esok, doa terindah yang diajarkan Baginda Rosul sedang mengalun di Playlistku dan sedang ikut kusenandungkan. Barakallahu lakuma wa baraka alaykuma wa jama’a baynakuma fi khaaiir.

1 komentar:

nice note! sambil senyum2 sendiri... ^^

REPLY

Purnama Menatap Dunia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates