Menjemput Keberkahan
Kali ini
ingin rasanya aku ceritakan kisah manis Ali (Radiallahuanhu) dan
Fatimah (Radiallahuanha) kepada kalian. Menceritakan selalu menjadi moment
untuk mengingat kembali bukan?
Terkisah
Ali kecil tinggal bersama Muhammad (Allahumma shalli wa salim alaih) di sebuah
rumah sederhana. Bersama dengan Khadijah (Radiallahu anha), Zaid bin Haritsah
dan keempat anak beliau Ali kecil menjalani masa-masa awal kenabian. Merasakan
didikan rumah tangga Rosulullah Sang junjungan bersama Khadijah yang mulia menjadikannya
kanak-kanak pertama yang beriman Allah sebagai Rabb nya dan Muhammad sebagai
Rosulullah. Dan tentu saja Ali tumbuh menjadi Pemuda tangguh dan pemberani
bersama dengan sepupu sepupunya, termasuk Fatimah putri bungsu di rumah itu.
Ali, yang
tak pernah sadar apa nama perasaan yang meliputi hatinya selama bertahun-tahun,
tersentak ketika mendengar Abu Bakar (Radiallahuanhu), sahabat terkasih Rosul
datang meminang Fatimah. Terkenang di pelupuk mata keutamaan Abu bakar. Dialah
yang menemani perjalanan Rosulullah hijrah sementara Ali yang menggantikan
posisi Rosulullah di tempat pembaringannya. Abu Bakar, saudagar kaya raya yang
banyak membela kaum tertindas. Tersebutlah nama Bilal, keluarga Yasir yang
pernah diselamatkan Allah melalui tangan Sang Saudagar murah hati. Kabar yang
datang berikutnya bagai hujan di tengah kemarau, Rosulullah dengan sangat baik
menolak pinangan Abu Bakar. Bersinarlah kembali cahaya mata pemuda itu.
Belum
sempat hujan menyemaikan benih benih harapan, kabar berikutnya tak kalah
melebarkan pupil. Umar sang pembeda kebenaran dan kebathilan (Radiallahuanhu)
datang mengutarakan maksud yang sama seperti sahabatnya, meminang Fatimah. Salah
satu dari dua nama yang didoakan langsung oleh Rosulullah agar berislam.
Sahabat yang dengan keislamannya menambah kuat barisan umat islam saat itu.
Dengan keberaniannya mengikrarkan hijrahnya di depan ka’bah yang ramai oleh
para pembesar kaum kafir. Bahkan setan pun lari tunggang langgang jika
berpapasan dengan Umar Al Khattab. Pastilah kedudukan Umar Al Khattab di
sungguh mulia di sisi Rosulullah. Kabar penolakan kembali datang menumbuhkan
harapan. Umar Al Al Faruq kembali ditolak dengan baik oleh ayah tercinta
Fatimah Binti Muhammad.
Dua kali
kabar penolakan tak juga membuat Ali membulatkan tekad untuk datang meminang
putri Rosulullah tersebut. Perasaan tidak layak, hanyalah pemuda miskin yang
belum cukup menghidupi keluarga senantiasa dibisikkan oleh syetan terkutuk. Hingga
datanglah Abu Bakar dengan tergopoh menyampaikan sebuah pesan
“Hai Ali engkau adalah orang pertama yg beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai keutamaan lebih dibanding dengan orang
lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian pula engkau adalah kerabat
Rasul Allah. Beberapa orang sahabat terkemuka telah menyampaikan lamaran kepada
baginda untuk mempersunting puteri beliau. Semua lamaran itu telah beliau tolak.
Beliau mengemukakan bahawa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah. Akan
tetapi hai Ali apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menyebut-nyebut
puteri beliau itu dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri?”
Terkumpullah keberanian pemuda pemberani itu untuk mengetuk rumah
Rosulullah dan menyampaikan maksudnya meminang Fatimah putri beliau. Tau apa
jawaban Rosulullah?? Beliau menjawab “Ahlan wa sahlan” Tentu saja jawaban
cerdas seperti itu hanya akan dipahami oleh orang-orang yang cerdas pula. Mengerti
lamarannya diterima, Ali bersegera menjemput taqdir terbaiknya. Dengan mahar
400 dirham (di riwayat lain disebutkan sebuah baju besi) Rosulullah menikahkan
Ali dengan Fatimah. Semesta mengamini saat Rosulullah mendoakan mereka berdua
“Semoga
Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian
berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan
yang banyak”
(pasti sering kan liat doa ini di
undangan-undangan harum yang kalian terima #wink)
Dialah
Ali, ia mempersilakan kemudian mengambil kesempatan. Mempersilakan berarti
berkorban, mengambil kesempatan tentu saja sebuah keberanian. Hei, aku belum
selesai berkisah. Apakah kalian mengira dalam kisah ini yang memiliki perasaan
yang entah namanya itu hanyalah Ali? Jika iya, kalian salah kawan. Fatimah pun
ternyata memiliki perasaan unik itu. Mari kita tengok percakapan mereka di
suatu hari dalam kehidupan rumah tangga mulia itu.
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku
pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda” Permintaan maaf Fatimah dijawab
dengan wajah terkejut Ali
bin Abi Thalib
“Kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah
pemuda itu?”
Sambil tersenyum Fatimah berkata,
“Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”
***
![]() |
Carl and Ellie, Up (Disney Pixar) |
Oke, yang mau teriak “suit-suit” silakan
teriak dulu. :D Selalu ada senyum yang mengembang sesaat kisah ini diceritakan. Bukan
legenda, ataupun dongeng apalagi fabel yang sumber dan kebenarannya belum jelas
terbukti, ini kisah nyata yang masanya hanya terpisah beberapa abad dari kita. Indah
tertulis di lembaran sejarah manusia, berulang-ulang diceritakan dari masa ke masa.
Mereka saling mencintai tapi kemudian bertanggungjawab. Melakukan ikhtiar
terbaik untuk menjemput takdir terbaik yang sudah Allah tuliskan di lauhul
mahfudz jauh sebelum manusia lahir ke dunia. Ali dan Fatimah, dengan sangat
manisnya mereka mencinta dalam diam bahkan syetan pun ikut hening karena tak
tau. Tak ada yang salah dengan perasaan cinta, tak ada yang salah dengan buncah
semangat menjemput cinta itu. Bertanggung jawab dengan buncah gejolak perasaan
yang muncul. Gagah berani menjemput saat telah siap, atau hening menunduk jika masih
mempersiapkan. That’s it. Itu yang
diajarkan agama ini. Menjemput keberkahan dengan keberkahan. Ah, kapan kapan ingin kuceritakan kepada
kalian kisah manis Salman Al Farisi dengan sahabat anshar terkasihnya Abu Darda’.
Terakhir,
izinkan aku bersepakat dengan pernyataan ”Tak ada perasaan cinta (yang diungkap
dan diumbar-umbar) sebelum aqad dan alangkah menyenangkannya mencintai setelah
aqad tertunai karena tak perlu repot menjaga hati”
Mari kita
tutup bahasan manis tapi melelahkan ini dengan sebuah kalimat, Two people are right for each other when
they become the best of themselves when they are together. Enjoy !!!
NB :
Untuk
sahabat-sahabat yang merayakan cinta di Maret Merah Jambu esok, doa terindah
yang diajarkan Baginda Rosul sedang mengalun di Playlistku dan sedang ikut
kusenandungkan. Barakallahu lakuma wa baraka alaykuma wa jama’a
baynakuma fi khaaiir.
1 komentar:
nice note! sambil senyum2 sendiri... ^^
REPLY