Selasa, 16 Agustus 2011


Ku memilih menangis, mebiarkan butiran-butiran bening itu keluar dari kelenjar air mataku. Mengalir membasahi, mulai dari pelupuk mata, turun ke pipi dan akhirnya menetes ke bawah karena bantuan gravitasi.

Ku memilih menangis, padahal sudah ku pilih untuk tetap tersenyum selama beberapa minggu terakhir ini. Malam ini kurasakan lelah, lelah menahan semua asa yang tersimpan dan tanpa suara itu.


Ku memilih menangis, membiarkan energy yang tersisa malam ini untuk menangis dan berfikir. Hingga lelah di tubuh sampai pada puncaknya dan mata merah membengkak, lalu ku tertidur karena mata sudah terlalu lelah untuk tetap membuka.

Ku memilih menangis, bukan karena ku menyerah dengan keadaan yang ada. Melainkan sebagai mekanisme tubuh untuk mengungkapkan perasaan terpendam sehingga tetap bisa bertahan dan berjuang dengan energy yang masih ada.

Ku memilih menangis, karena bercerita pada Rabb ku lebih terasa mendalam ketika diiringi dengan air mata.

Ku memilih menangis, sendiri dan tak akan lama-lama. Kemudian ku harus bangun, menghelakan nafas panjangku dan kembali berlari kencang.

NB :
Pernah menangis di depan kaca ? Aku pernah. Yang jelas nangis itu bikin muka jelek. Bener deh

Alif Laam Miim, 17 Ramadhan 1432 H
00.21

Purnama Menatap Dunia . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates