Lakon Hujan Hari Sabtu
::: rider nya keren ya? gambarnya diambil dari sini nih :::
Beberapa hari terakhir ini Jogja
sedang sangat “basah”, setelah beberapa hari sebelumnya Jogja begitu panas.
Seperti neraka membocorkan sedikit panasnya ke dunia. Siapa lagi yang membuat
“basah” jika bukan hujan. Biasanya hujan terjadi di sore hari dan bertahan
hingga malam hari dengan rintik-rintiknya. Dan beberapa hari ini pula aku basah
kehujanan. Entah kenapa, meskipun sudah memakai raincoat tetap saja rintik-rintik air itu selalu berhasil membasahi
pakaian. Entah itu hanya kaus kaki atau dari ujung jilbab sampai ujung kaus
kaki.
Aku suka hujan, tentu saja. Hujan
itu sebuah rahmat, tak mungkin lah membenci sebuah rahmat. Bahkan Rosulullah
menuntunkan sebuah doa khusus ketika hujan
“Ya Allah, Turunkanlah hujan yang bermanfaat” (HR. Bukhari)
Hujan juga bisa dijadikan sebuah
udzur untuk tidak berangkat shalat jum’at. Tentu saja dengan berbagai
pertimbagan kondisi. Yang intinya adalah hujan merupakan kejadian yang begitu
spesial. Tapi hujan sedikit berbeda dengan kehujanan bukan? Jika begitu banyak
yang bersyukur dan begitu banyak orang menyukai hujan, aku termasuk orang yang
sedikit risih ketika kehujanan. Aku suka hujan, tentu saja. Hujan itu sebuah
rahmat, tak mungkinlah membenci sebuah rahmat. Ku suka cara hujan membuatku
mencuci tiap hari. Karena jika tidak, maka persediaan pakaian terutama kaus
kaki tidak akan cukup. Ku suka cara hujan membuatku berjalan lebih pelan.
Karena jika tidak, maka air genangan hujan akan nyiprat kemana-mana termasuk
pakaian sendiri. Dan tamparan air hujan di wajah cukup sakit jika dalam keadaan
ngebut. Dan akhir-akhir ini menyukai cara hujan mengajarkan ku hal-hal baru.
Contohnya saja beberapa hari
lalu, tepatnya sabtu pekan lalu. Seperti biasa ada pertemuan rutin kelompok
ushroh ku. Ada yang tidak biasa hari itu, kami melakukan pertemuan di sebuah
tempat yang jauh dari kampus. Di daerah kaliurang tepatnya. Aku suka gunung,
selalu suka gunung. Menyenangkan rasanya berada di tempat yang lebih tinggi
dari biasanya dengan udara juga yang lebih dingin dan lebih sejuk. Ketika hari menjelang
zuhur, adzan zuhur pun belum dikumandangkan. Aku dan seorang sahabat “turun
gunung” lebih cepat. Sengaja kami turun gunung duluan, karena ada acara yang harus kami
hadiri siangnya. Acara yang boleh jadi menentukan nasib kami dua tiga hari
berikutnya.
Saat motor mulai dihidupkan hujan baru saja
turun, masih rintik. Begitu motor mulai dijalankan menuju jalan raya, tiba-tiba
kami menyadari dua hal. Pertama, ban motor kami bocor. Kedua, hujan turun
begitu deras. Satu satunya hal yang melintas di fikir ku hanyalah mencari
tukang tambal ban terdekat dan menambal ban motor yang bocor tadi. Simple. Tapi beberapa menit kemudian
semuanya menjadi tidak simpel lagi ketika kami bertanya kepada seorang pedangang
di pinggir jalan dimana letak tambal ban terdekat.
“Agak jauh mbak, turun terus.
Nanti di deket beringin tukang tambal bannya. Di deket tempat rekreasi”
Allah Ya Rahiim, dari penjelasan
simple bapak itu sepertinya tempat tambal bannya cukup jauh. Kami belum shalat
zuhur, dan hujan turun semakin deras. Seperti tumpah dari langit. Beruntung
kami menggunakan raincoat masing-masing,
jadi bisa fokus mendorong motor menuju tempat tambal ban terdekat. Pelajaran pertama: usahakan membawa dua
buah raincoat ketika pergi
berboncengan. Meskipun raincoat yang
ada itu jenis batman atau jenis raincoat tidak egois tetap saja teman yang membonceng akan
kehujanan karena hanya terlindungi sebagian kecil saja. Apalagi untuk kejadian
kami, bayangkan jika hanya ada satu raincoat,
pasti kami tidak akan bisa nekat jalan ditengah hujan yang begitu deras. Itu
berarti kami tidak bisa bergegas sampai di jogja dan tidak bisa menghadiri
acara itu dengan tepat waktu.
Belum jauh kami berjalan ketika menemukan sebuah rumah makan di tepi jalan. Kami pun memutuskan untuk mampir
sejenak untuk sekedar berteduh dan menunaikan shalat zuhur. Namun sayang, tak
ada tempat yang bisa digunakan untuk shalat di rumah makan itu.
Perjalanan dilanjutkan
setelah pergi ke toilet dan bertanya (lagi) dimana letak tukang tambal ban
terdekat. Jawabannya pun tak jauh berbeda dengan bapak yang kami temui di
pinggir jalan tadi, bedanya kali ini diiringi dengan tatapan kasihan. Jalanan
yang kami lalui sempurna menurun dan berair. Tak banyak kendaraan yang lewat di
jalanan kami saat itu. Wajar. Orang-orang akan lebih memilih meringkuk di
tempat yang kering berbagi kehangatan ketimbang berjalan-jalan di tengah hujan
mengguyur deras seperti sore itu.
Kami berjalan dalam diam (awalnya) kemudian
sedikit demi sedikit mulai heboh karena hujan yang tidak kunjung berhenti,
karena ada percabangan jalan yang kami tak yakin harus belok kemana. Dan
kehebohan terbesar ketika kami menemukan pohon beringin di tengah-tengah
pertigaan dengan tukang tambal ban di salah satu sebrangnya.
Alhamdulillahirabbilalamiin.
Rasanya ingin sujud syukur saja (yang ini lebay deng J. Pelajaran kedua : menemukan tukang tambal ban ditengah hujan deras
setelah menyusuri jalanan becek dan menurun itu bahagianya luar biasa, menambah
kesyukuran. Cobalah sesekali.
Menyapa sang bapak tukang tambal
ban, ternyata beliau sedang begitu sibuk dengan motor pelanggan yang lain. Sehingga
percakapan kami tak banyak dengan beliau. Kami pun menyerahkan motor bocor itu
kepada ahlinya. Tak lupa kami menanyakan masjid atau tempat shalat terdekat. Ternyata
letak masjid sekitar 500 meter dari lokasi tambal ban. Kesana lah kami pergi shalat zuhur. Sebuah masjid yang cukup besar, dua lantai (sepertinya). Sepi, mungkin karena waktu shalat zuhur sudah lewat beberapa menit yang lalu jama'ah nya sudah pulang ke rumah masing-masing. Kesimpulan yang asal kuambil setelah melirik Casio hitamku. Shalat zuhur tanpa memakai mukena, sayang. Dijamin mukena akan ikut basah kuyup jika dipakai. Inilah salah satu keuntungan berhijab, bisa shalat dimanapun dalam kondisi apapun.
Bermain asap. Itulah yang kami
lakukan sekembalinya dari masjid. Seperti drama korea yang pernah ku tonton, di
musim dingin artis-artis nya akan mengeluarkan asap putih ketika berbicara. Hoh
hoh hoh, beberapa kali ber hoh hoh. Sengaja betul menambahkan huruf “h” di
setiap kata.
“eh, khita khira-khira thelath
nggagh yah dhathengh rhaphathnyah?”
(baca : eh, kira-kira kita telat
gak ya dateng rapatnya?)
Begitu gembira melihat kepulan
asap-asap putih keluar dari mulut ketika ber hoh hoh. Dan ternyata, asap putih tak
hanya keluar dari mulut tapi juga dari tangan. Seperti seorang nenek sihir yang
bisa mengeluarkan asap dari tangannya. Jadilah, menunggu ban motor kami
ditambal, kami bermain asap yang keluar dari mulut dan tangan. Pelajaran ketiga : asap itu terbentuk
karena tubuh menyesuaikan dengan suhu lingkungan. Lingkungan begitu dingin,
sedangkan tubuh berusaha untuk (tetap) hangat. Sehingga keluarlah asap dari tubuh
kita. (baca : bermain asap yang keluar dari tubuh sendiri ketika menunggu ban
ditambal itu menyenangkan. Sungguh)
Setelah bosan bermain asap, atau
lebih tepatnya persediaan asap sudah mulai menipis, ban motor selesai ditambal.
Hujan pun tak deras lagi, hanya tersisa rintik-rintik nya saja. Itu membuat
kami nekat melepas raincoat dan
melanjutkan perjalanan tanpanya. Terbukti, di tengah perjalanan hujan kembali
deras, jadilah kami harus berhenti untuk memakai kembali raincoat yang tadi sudah dilepas dan masuk ke bagasi motor. Pelajaran keempat : gunakan raincoat mu sampai tujuan. Jangan
percaya hujan rintik-rintik yang dapat deras seketika tanpa kau sadari. Waspadalah,
waspadalah.
Singkat cerita sampailah kami di
acara yang seharusnya. Bahas ini itu, ngalor ngidul. Selesai. Waktu nya pulang
ke rumah. Senang bahagia gembira girang happy huplaaa. Akhirnya bisa segera
mengganti baju basah dengan yang kering. Karena sudah sekitar 4 jam bertahan
dengan baju basah. Seketika semua kebahagiaan menguap ditelan mendung. Harapan bisa
segera menggapai kehangatan di dalam rumah hilang seketika tau pintu kontrakan
dikunci. Kucari di tempat biasa, nihil. Sms penghuni kontrakan, menanyakan
keberadaan, masih sekitar setengah jam baru pulang. Baiklah. Duduk, ambil
handphone, pasang headset. Can not do
another thing but waiting. Pelajaran kelima : selalu bawalah kunci rumah kemanapun pergi. Karena
demi keamanan, pintu depan rumah akan selalu dikunci ketika tidak ada orang. Ingat,
selalu membawa kunci rumah kemanapun pergi akan menyelamatkan dari peristiwa
terkunci di luar dalam keadaan basah kuyup.
Handphone ku telah menghabiskan 2
lagu Plain White T’s, satu surat Al Mulk dan Al Qalam ketika pertolongan datang
(baca : sang pembawa kunci rumah). Akhirnya hari itu dittutup dengan tidur
pukul 19.00. Lupa kalau pukul 19.30 nya ada ajakan syuro chatting. (afwan L. Hingga esok hari, tak
nampak ada gejala-gejala tidak beres dari tubuh yang habis setengah hari
kehujanan. Pelajaran keenam : tidur
cukup dan berkualitas bisa menghindarkanmu dari gejala-gejala tidak beres
setelah setengah hari kehujanan. he
Lihatlah, dalam beberapa jam saja
hujan sudah mengajarkan banyak hal. Padahal Sudah berapa banyak hujan yang kita
temui selama hidup. Karena setiap penggal peristiwa bisa mengajarkan kita
banyak hal jika mau sedikit saja berfikir. Itu hanya sepenggal lakon ku bersama
hujan hari itu. Enjoy !!!
Dalam
penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, dan bahtera yang
berlayar di lautan untuk kemaslahatan manusia, dan air yang dikirimkan Tuhan
dari langit - yang dengannya dihidupkanNya bumi sesudah mati (kering) dan
disebarkanNya berbagai jenis mahluk - dan angin serta awan yang bergerak dengan
patuhnya ke berbagai arah di antara langit dan bumi; sungguh terdapat
tanda-tanda bagi mereka yang menggunakan akalnya.
(Qs. Al-Baqarah: 164)